HIV/AIDS di Kalangan Remaja
Memperingati hari AIDS sedunia yang jatuh pada tanggal 1 Desember, warta perpustakaan vidyanidhi akan mengangkat topik mengenai HIV/AIDS pada remaja. Mulai dari apa itu HIV/AIDS, proses penularan, hingga bahayanya jika terjangkit HIV/AIDS.
Perlu teman – teman sekalian ketahui HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Jika makin banyak sel CD4 yang hancur, maka daya tahan tubuh akan semakin melemah sehingga rentan diserang berbagai penyakit. HIV yang tidak segera ditangani akan berkembang menjadi kondisi serius yang disebut AIDS (acquired immunodeficiency syndrome). AIDS sendiri adalah rangkaian stadium akhir dari infeksi HIV tersebut. Pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah hilang sepenuhnya.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI tahun 2019, terdapat lebih dari 50.000 kasus infeksi HIV di Indonesia. Dari jumlah tersebut, kasus HIV paling sering terjadi pada heteroseksual, diikuti lelaki seks lelaki (LSL) atau homoseksual, pengguna NAPZA suntik (penasun), dan pekerja seks komersial (PSK). Sementara itu, jumlah penderita AIDS di Indonesia cenderung meningkat. Di tahun 2019, tercatat ada lebih dari 7.000 penderita AIDS dengan angka kematian mencapai lebih dari 600 orang. Akan tetapi, dari tahun 2005 hingga 2019, angka kematian akibat AIDS di Indonesia terus mengalami penurunan. Hal ini menandakan pengobatan di Indonesia berhasil menurunkan angka kematian akibat AIDS.
Bagiamana HIV/AIDS dapat menular?
Penularan HIV/AIDS paling banyak terjadi melalui penggunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, Zat Adiktif), disusul penularan melalui hubungan heteroseksual, lalu cara penularan lainnya melalui hubungan homoseksual, transfuse darah, transmisi perinatal, dan melalui kontak dengan cairan tubuh si penderita, seperti darah, sperma, cairan vagina, cairan anus, serta ASI. Melakukan hubungan seksual dengan bergonti - ganti pasangan, atau dengan pekerja seks komersial merupakan penyebab utama seorang terjangkit HIV/AIDS.
Perlu diketahui, HIV tidak menular melalui udara, air, keringat, air mata, air liur, gigitan nyamuk, atau sentuhan fisik. HIV adalah penyakit seumur hidup. Dengan kata lain, virus HIV akan menetap di dalam tubuh penderita seumur hidupnya. Meski belum ada metode pengobatan untuk mengatasi HIV, tetapi ada obat yang bisa memperlambat perkembangan penyakit ini dan dapat meningkatkan harapan hidup penderita.
Remaja berpotensi tinggi terhadap risiko penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS karena faktor perilaku dan perkembangan emosionalnya. Selain itu, remaja juga mempunyai resiko besar terinfeksi karena pengetahuan mereka tentang cara penularan dan melindungi diri dari HIV/AIDS sangat terbatas. Ini menjadi hal penting bagi orangtua untuk memiliki percakapan yang lebih terbuka tentang seksualitas yang sehat dengan anak-anak mereka. Apalagi, norma dan gaya hidup sosial telah berubah dan lebih banyak remaja terpapar materi seksual, serta akses yang lebih mudah ke pasangan seksual melalui internet.
Dalam beberapa tahun terakhir, Klinik Departemen Pengendalian Infeksi Menular Seksual (DSC) di Singapura menemukan, bahwa beberapa pasien yang terinfeksi penyakit menular seksual berusia sekitar 14 tahun. Di Indonesia, hingga 2018, pengidap HIV pada anak dan remaja (di bawah 19 tahun) terus bertambah, mencapai 2.881 orang. Jumlah tersebut meningkat dari tahun 2010, yaitu sebanyak 1.622 anak terinfeksi HIV Secara umum, cara penularan enam dari sembilan kasus pada kelompok usia 15-19 tahun adalah melalui aktivitas seksual di kalangan homoseksual atau biseksual.
Pencegahan penularan HIV AIDS, diantaranya:
Seks bebas di usia remaja/ anak dibawah umur rentan terhadap penyakit kutil kelamin, herpes, HIV AIDS. Seks bebas yang terjadi pada kalangan remaja adalah masalah sosial yang sudah mengglobal saat ini. Para ahli menganggap bahwa dorongan seks manusia adalah warisan biologis, namun demikian beberapa diantara remaja menyalahgunakan dorongan seks dengan seks bebas, yang mana seks bebas rentan terhadap infeksi HIV.
2. Tidak mengkonsumsi narkoba
Karena jika satu jarum dipakai bersama-sama dan diantara pemakai ada yang terinfeksi HIV, jarum tersebut dapat menjadi media penularan virus HIV.
3. Tidak membuat tato
Jarum tato, pisau cukur, merupakan alat yang dapat terpapar langsung dengan darah orang yang terinfeksi HIV jika penggunaan alat tersebut dipakai bersamaan (bergantian).
4. Menjauhi penyimpangan seksual
Pertambahan jumlah pelaku LGBT di Indonesia terus mengalami peningkatan. Tahun 2009 s/d 2012 meningkat 37% yang juga diikuti dengan peningkatan akses internet pornografi dan narkoba.
Keluarga mempunyai peran penting dalam memerangi dan mencegah HIV/AIDS. Salah satunya melalui pendidikan seks untuk remaja. Mengajarkan masalah seks pada anak-anak memang tidaklah mudah. Jika salah paham bisa-bisa anak malah takut, bukannya mengerti bahkan salah mengerti. Pendidikan seks lebih terfokus bagaimana mereka mengenal dirinya, mempunyai konsep diri yang positif, dan mengajarkan mereka saat memasuki pubertas, seperti berubahnya bentuk tubuh, dan organ vital mereka. Misalnya menstruasi pada anak perempuan dan mimpi basah pada anak laki-laki. Jika sang anak mendapat pendidikan seks yang baik dan benar dari orang tua, bukan tidak mungkin seks bebas di kalangan remaja bisa diatasi dan tingkat penderita HIV/AIDS bisa dikurangi.
Selain pendidikan seks juga diimbangi dengan bimbingan pergaulan baik di rumah maupun di luar rumah. Orang tua juga harus dapat memfilter tayangan televisi untuk anaknya sesuai usia anak. Peranan agama dan keluarga pun memiliki peran penting dalam pendekatan masalah HIV AIDS. Karena pendidikan agama dinilai memiliki peran strategis untuk membantu dan mencegah HIV AIDS.